Selasa, 18 Mei 2010

IMF: Efek Yunani Terbatas

Stabilnya sistem politik dan kuatnya sistem perbankan yang teruji melewati krisis jadi penopang.
Jakarta -- Dana Moneter Internasional (IMF) menilai perekonomian Indonesia yang terus menguat pascakrisis 2008 dapat meredam dampak krisis Yunani, yang kabarnya bakal merembet ke kawasan Asia. "Secara fundamental ekonomi Indonesia baik, jadi efek dari Yunani akan sangat terbatas (dirasakan)," kata perwakilan senior IMF untuk Indonesia, Milan Zavadjil, dalam diskusi IMF Regional Economic Outlook 2010 di Universitas Paramadina kemarin.

Menurut dia, Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia, setelah Cina dan India. "Dengan pertumbuhan sekitar 6 persen dan rata-rata Asia 7,1 persen, Indonesia merupakan negara ketiga tercepat," ujarnya. Kekuatan Indonesia adalah berimbangnya faktor eksternal dan domestik dalam pertumbuhannya.

Angka konsumsi domestik yang masih kuat, kata Milan, adalah indikatornya. Itu tampak dari tingginya angka penjualan sepeda motor, penjualan di sektor retail, dan konsumsi semen yang meningkat. Kinerja ekspor-impor Indonesia juga baik, mulai pulih seperti sebelum krisis.

Pertumbuhan ekonomi ini, Milan menilai, didukung oleh stabilnya sistem politik dalam negeri, kuatnya sistem perbankan yang teruji melewati krisis, serta jumlah simpanan dan investasi yang tinggi. "Kami juga dapat melihat dari tumbuhnya kelas menengah yang cepat sebagai salah satu indikator," ujarnya. Juga, rendahnya persentase utang Indonesia terhadap produk domestik bruto.

Ekonom senior Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, pun menyatakan optimisme senada. Ia memprediksi ekonomi Indonesia bisa tumbuh 6,2 persen, meski dibayang-bayangi pengaruh krisis Yunani. Asalkan, kata dia, pemerintah memilih Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan yang tepat. "Yang mengerti psikologi pasar," kata dia.

Ia mencatat, sejak reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan digulirkan oleh Sri Mulyani, kepercayaan pasar terhadap Indonesia cukup besar. "Sewaktu saya melakukan road show ke berbagai investor di luar negeri, mereka sangat yakin dengan apa yang sudah dilakukan oleh Sri Mulyani. Ini yang saya sebut sebagai 'Sri Mulyani Effect'," ujar Ikhsan.

Meski demikian, Ichsan juga mengingatkan perlunya sebuah rencana respons terhadap skenario terburuk yang mungkin akan terjadi. "Pemerintah tetap harus menyiapkan contingency plan yang jelas, jika terjadi A harus diapakan," kata dia.

Sementara itu, Wijayanto, Direktur Institut Kebijakan Publik Paramadina, menanggapi pertumbuhan Indonesia ini secara skeptis. Meskipun mengakui bahwa dalam tahun-tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik, ia menilai untuk jangka panjang, pertumbuhan Indonesia tidak cukup berkelanjutan.

Menurut dia, dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya sekitar 6 persen per tahun, Indonesia baru akan mampu menyamai pencapaian Malaysia dalam 20 tahun ke depan, dan 24 tahun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata dunia. "Itu pun dengan catatan pertumbuhan negara lain nol persen," ujarnya.

Ia mengkritik pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh hanya di sektor konsumsi dan lemah di bidang Industri.

Sumber : www.korantempo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar