Selasa, 18 Mei 2010

Danau Tanganyika di Afrika Sekarat

Danau Tanganyika di Afrika telah memanas selama 90 tahun terakhir. Saat ini kondisinya lebih panas sehingga mengancam ikan dan satwa liar lainnya. Kesimpulan ini muncul dari makalah ilmiah yang dipublikasikan di Nature Geoscience, Ahad lalu.

Tanganyika, yang terdapat di perbatasan antara Tanzania di Afrika Timur dan Republik Demokratik Kongo, adalah danau terbesar kedua di dunia. "Meningkatnya suhu seiring dengan naiknya emisi gas-gas rumah kaca sejak abad lalu," kata Jessica Tierney, yang mengkoordinasi ilmuwan di proyek Tanganyika.

Danau-danau raksasa di Afrika, seperti Tanganyika, Malawi, dan Turkana di Kenya, terbentuk jutaan tahun yang lalu oleh gerakan lempeng tektonik yang merobek Afrika Great Rift Valley. Saat ini sekitar 10 juta orang tinggal di sekitar Tanganyika dan hidupnya bergantung pada danau itu untuk bahan minum dan sumber makanan.

Ahli geologi di Rhode Island Brown University menggunakan dating carbon untuk mengukur usia sedimen di dasar danau. Mereka menguji fosil mikroorganisme pada tiap lapisan untuk mengukur seberapa panas keadaan di masa lalu.

Kebanyakan studi perubahan iklim selama ini berfokus pada atmosfer, kini ilmuwan mulai mempelajari pengaruh pemanasan global di lautan dan danau. "Danau Tanganyika menjadi lebih hangat dan semakin kurang produktif dalam 90 tahun terakhir ini," demikian pernyataan di paper ilmiah. Kenaikan temperatur sekitar 0,9 derajat Celsius disertai dengan penurunan volume alga.

Menurut Tierney, apa yang terjadi di Tanganyika menunjukkan bahwa kecenderungan pemanasan global mempengaruhi banyak lokasi terpencil di kawasan tropis dan membawa dampak yang parah. "Kami melihat intensitas pemanasan belakangan ini tidak turun dan mempengaruhi variasi iklim."

Pemanasan tersebut merugikan kehidupan makhluk yang ada di Tanganyika. Maklum, nutrisi yang sangat dibutuhkan malah berada di bagian bawah danau, sementara ganggang hidup di atasnya. Peningkatan suhu permukaan yang lebih tinggi memang mengaduk-aduk air. Itu sebabnya, ujar Tierney, mengapa sebuah danau yang jadi hangat menyebabkan berkurangnya kehidupan.

Memang makalah ilmiah ini mengakui bahwa ada faktor-faktor lain dari berkurangnya kualitas hidup di Tanganyika. Misalnya, soal tangkapan berlebih (overfishing) yang mungkin jauh lebih berbahaya daripada peningkatan suhu

Sumber : www.korantempo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar